Oleh: Izmi Latifa Navida
Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio-Kultural
Teori belajar revolusi sosiokultur
adalah peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang yang berasal dari kehidupan
social atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori belajar
sosiokultur berangkat dari penyadaran tentang betapa pentingnya sebuah pendidikan
yang melihat proses kebudayaan dan pendidikan yang tidak bisa dipisahkan. Pendidikan
dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat, di mana pendidikan dan
kebudayaan berbicara pada tataran yang sama, yaitu nilai-nilai. Tylor telah
menjalin tiga pengertian manusia, masyarakat dan budaya sebagai tiga dimensi
dari hal yang bersamaan. Oleh sebab itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu komunitas masyarakat.
Dasar Terbentuknya Teori Sosio-Kultural
Ada 2 tokoh yang
mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural yaitu :
1. PIAGET
Piaget
berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa atau kemauan individu
artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa berinteraksi dengan lingkungan
sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-orang yang lebih dewasa. Penentu
utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan (siswa) sedangkan
lingkungan sosial menjadi faktor sekunder. Menurut Piaget perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme
biologis dalam bentuk perkembangan sistem syarat. Makin bertambah umur seseorang,
makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Kegiatan
belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, ia akan mengalami
adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.
2. VYGOTSKY
Jalan
pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul tindakan
sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang digunakan) yang
dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari
individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya. Menurut
Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak dapat terjadi melalui kolaborasi
antar anggota dari satu generasi keluarga dengan yang lainnya. Perkembangan
anak terjadi dalam budaya dan terus berkembang sepanjang hidupnya dengan
berkolaborasi dengan yang lain. Dari perspektif ini para penganut aliran sosiokultural
berpendapat bahwa sangatlah tidak mungkin menilai seseorang tanpa
mempertimbangkan orang-orang penting di lingkungannya. Ia menekankan bahwa
proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan
pembelajaran dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia
juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Menurut
Vygotsky teori belajar Sosiokultur ini menekankan bahwa perubahan kognitif
hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu
proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai informasi-informasi baru. Teori
belajar sosiokultur meliputi tiga konsep utama, yaitu :
a) Hukum Genetik tentang Perkembangan
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang
melewati dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan
intrapsikologis atau intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental
atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap
pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi
intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk
melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
b) Zona Perkembangan Proksimal
Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone
of proximal development) ke dalam dua tingkat:
1) Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau
memecahkan berbagai masalah secara mandiri (intramental).
2) Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan
memecahkan masalah ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika
berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona
perkembangan proksimal. Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada
dalam proses pematangan.
c) Mediasi
Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses
psikologis yang khas manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau
alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua
jenis mediasi, yaitu:
· Mediasi metakognitif adalah
penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self monitoring, self
checking, dan self evaluating. Mediasi
metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
· Mediasi kognitif adalah penggunaan
alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan
konsep spontan (yang bisa salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin
kebenarannya).
Pengaruh
Sosio-Kultural pada Perkembangan Kognisi
1) Pengaruh sosial pada perkembangan
kognisi: Pembelajaran pada anak terjadi melalui interaksi sosial dengan tutor
yang lebih berpengalaman, Tutor ini menjadi model dalam berperilaku atau
menyediakan instruksi verbal untuk anak. Model inilah yang disebut dengan
dialog kooperatif atau kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau
instruksi dari tutor, menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk
memformulasikan perilaku mereka.
2) Pengaruh Budaya pada perkembangan
kognisi: Vygotsky menekankan bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan
yang berubah. Dengan berfokus pada individu ataupun pada lingkungan tidak cukup
untuk menjelaskan mengenai perkembangan seseorang.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosio Kultural
a.
Kelebihan
1) Anak memperoleh kesempatan yang luas
untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui
belajar dan berkembang.
2) Pembelajaran perlu lebih dikaitkan
dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan
aktualnya.
3) Pembelajaran lebih diarahkan pada
penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada
kemampuan intramental.
4) Anak diberi kesempatan yang luas
untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan
pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan
masalah.
b.
Kekurangan
Terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang
tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar,
pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung oleh
karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.
Aplikasi Teori Sosio Kultur
Aplikasi
teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio kultural dalam pendidikan
dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a. Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan
anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat, memahami,
mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu
perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga
yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga
beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan
dalam keluarga dan sebagainya.
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan
nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan pengetahuan,
ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan ini
diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan
sosial masyarakatnya.
c. Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada
pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:
1. Kurikulum
Khususnya
untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai
Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan
Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri
nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas
bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan
sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat
internasional melalui beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di
antaranya: pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan sosial, muatan lokal,
kesenian, dan olah raga.
2. Siswa
Dalam
pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui
rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu
yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung. Selain itu
pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat,
dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
3. Guru
Guru
bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan
sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan
tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini
peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa
yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar