Oleh: Izmi Latifa Navida
Teori Humanistik
Konsep teori belajar Humanistik
yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang individu diharapkan dapat
mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali kemampuannya sendiri
untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar Humanistik memusatkan
perhatian kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada kebebasan
individu. Teori Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses.
Kognitif adalah aspek penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah
aspek sikap yang keduanya perlu dikembangkan dalam membangun individu.
Suprayogi (2005) mengemukakan
bahwa karakteristik teori
humanistik yaitu:
1)
Mementingkan
manusia sebagai pribadi.
2)
Mementingkan
kebulatan pribadi.
3)
Mementingkan
peranan kognitif dan afektif.
4)
Mengutamakan
terjadinya aktualisasi diri dan self concept.
5)
Mementingkan
persepsual subjektif yang dimiliki tiap individu.
6)
Mementingkan
kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri.
7)
Mengutamakan
insight (pengetahuan/pemahaman).
Beberapa Prinsip dalam teori
Humanistik:
1)
Manusia
memiliki kemampuan alami untuk belajar.
2)
Belajar
menjadi signifikan apabila apa yang dipelajari memiliki relevansi dengan keperluan mereka.
3)
Belajar
yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4)
Tugas
belajar dapat lebih diterima dan diasimilasikan apabila ancaman dari luar itu
semakin kecil.
5)
Bila
ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara.
6)
Belajar
yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya.
7)
Belajar
lancar jia siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8)
Belajar
yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9)
Kepercayaan
pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10) Belajar sosial adalah belajar
mengenai proses belajar.
Dalam teori Humanistik Guru bertindak sebagai Fasilitator, sehingga
disini guru mempunyai banyak tugas diantaranya :
1)
Memberi
perhatian dan motivasi
2)
membantu
untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan
juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum
3)
Memahami
karakteristik siswa
4)
mengatur
dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar
5)
Dapat
menyesuaikan dirinya bersama siswanya
6)
Berbaur
dengan siswanya, berkomunikasi dengan sangat baik bersama siswanya
7)
Dapat
memahami dirinya dan tentunya agar dapat memahami siswanya
8)
Dalam
penerapan teori belajar humanistik proses lebih diutamakan daripada hasil,
dimana proses dari penerapan teori belajar humanistik antara lain :
- Merumuskan tujuan belajar yang jelas
- Mengusahakan partisipasi aktif siswa
melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
- Mendorong siswa untuk mengembangkan
kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
- Mendorong siswa untuk peka berpikir
kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
Kelebihan dan kekurangan Teori Humanistik
1. Kelebihan
· Bersifat pembentukan kepribadian,
hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
· Siswa merasa senang, berinisiatif
dalam belajar.
· Guru menerima siswa apa
adanya,memahami jalan pikiran siswa.
· Siswa mempunyai banyak pengalaman
yang berarti.
· Menjadikan siswa lebih kreatif dan
mandiri; membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah.
· Indikator dari keberhasilan aplikasi
ini ialah siswa merasa senang dan bergairah.
· Terjadinya perubahan pola pikir.
· Siswa diharapkan menjadi manusia
yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara tanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang-orang
lain atau melanggar aturan, norma, disiplin, atau etika yang berlaku.
· Siswa dituntut untuk berusaha agar
lambat laun mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya.
2. Kekurangan
· Bersifat individual.
· Proses belajar tidak akan berhasil
jika tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung.
· Sulit diterapkan dalam konteks yang
lebih praktis.
· Peserta didik kesulitan dalam mengenal
diri dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
· Siswa yang tidak mau memahami
potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
· Siswa tidak aktif dan malas belajar
akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
· Peran guru dalam proses pembentukan
dan pendewasaan kepribadian siswa menjadi berkurang.
· Keberhasilan proses belajar lebih
banyak ditentukan oleh siswa itu sendiri.
Self Eficacy
Self-efficacy
merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy
pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi
tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan
untuk menampilkan kecakapan tertentu. self-efficacy merupakan keyakinan atau
kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi,
melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan
mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu.
Bandura
(1997) mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga
dimensi, yaitu :
1) Tingkat (Level)
Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat
kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas
yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan
kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi
cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.
2) Keluasan (Generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau
tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada
aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu
dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang
sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy
yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam
menyelesaikan suatu tugas.
3) Kekuatan (Strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau
kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan
bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan
usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.
Bandura (1986) menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan
pada empat hal, yaitu:
1)
Pengalaman
akan kesuksesan
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya
terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman
otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu
meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy.
2)
Pengalaman individu lain
Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan
dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya. Self-efficacy juga
dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan
keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy
individu tersebut pada bidang yang sama.
3)
Persuasi verbal
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu
memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan.
4)
Keadaan
fisiologis
Penilaian
individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi
oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami
individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan
sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari.
Bandura
(1997) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi
fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini
:
1)
Proses kognitif
Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk
memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan.
Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan
individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau
gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2)
Proses motivasi
Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis
dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha
memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan,
merencanakan tindakan yang akan direalisasikan.
3)
Proses afeksi
Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi
emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kepercayaan individu terhadap kemampuannya
mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas
yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu
mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu.
Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami
kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.
4)
Proses seleksi
Proses seleksi berkaitan dengan
kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat,
sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam
melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung,
dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar