Oleh: Izmi Latifa Navida
Konstruktivisme
adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah
bentukan (konstruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan tiruan dari realitas,
bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Konstruktivisme merupakan
landasan berpikir pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Salah satu
teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan. Piaget menegaskan bahwa pengetahuan dibangun
dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan
informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental
yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Teori atau
pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme yang
lain yaitu Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu
konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky
disebut konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky,
yaitu.
1. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan
jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial
yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang
dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
2.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.
Tujuan
Teori Konstruktivisme
1) Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2) Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3)
Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4)
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5) Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hubungan
Konstruktivisme Dengan Teori Belajar Lain
1. Teori
Belajar Konsep
Teori perubahan
konsep dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivisme. Konstruktivisme menekankan
bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan
konsep menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat
berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam
menangkap suatu konsep yang ia pelajari. Konstruktivisme dan teori perubahan
konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang
berbeda bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat
mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan.
2. Teori
Bermakna Ausubel
Teori
Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya
menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan
fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya
menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian
yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu
siswa aktif.
3. Teori
Skema
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan
dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental
gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun
dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat
menambah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang.
Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
1) Memberi
peluang kepada siswa agar mendapat pengetahuan baru melalui dunia yang sebenarnya.
2)
Menggalakkan
ide yang dimulai oleh siswa dan menggunakannya sebagai panduan rancangan
pengajaran.
3)
Menyokong
pembelajaran secara kooperatif.
4)
Mengambil
dan memahami sikap dan pembawaan siswa.
5)
Memahami
bagaimana siswa belajar suatu ide.
6)
Melatih
siswa bertanya dan berdialog dengan siswa lain dan guru.
Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
1)
Pengetahuan
dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan
tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa
sendiri untuk menalar.
3)
Siswa
aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4)
Guru
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar.
5)
Menghadapi
masalah yang relevan dengan siswa.
6)
Struktur
pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7)
Mmencari
dan menilai pendapat siswa.
8)
Menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses Belajar Menurut
Konstrukvistik
1.
Proses belajar kontruktivistik secara konseptual
proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur
kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi
perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.
Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun
konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang
dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang
optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.
Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau
pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa
berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
4.
Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa
peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi
pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan
tersebut. Sarana tidak terbatas hanya yang ada pada sekolah, juga bisa
memanfaatkan yang ada diluar sekolah.
5.
Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan
belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan
pada pengalaman. Evaluasi dalam hal ini tidak dimaksudkan untuk mengetahui
kualitas siswa dalam memahami materi dari guru, evaluasi menjadi sarana untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar